Senopati

Senopati

Selasa, 24 Mei 2016

BAPER !!!

BAPER !!!
Cerpen By:  Istiqomah*)

“Ada yang mau aku omongin sama kamu” sambil duduk dan  menatap wajah wanita didepannya.
“Kamu mau ngomong apa kayak serius banget ? “ menyusul duduk disampingnya.
“Ada hal aneh  gak?. atau kamu  ngerasa bosan  gak?” dengan  nada sedikit keraguan  si cowok terus ingin melanjutkan percakapan.
“Kamu kok tiba-tiba aneh si dan kamu kok tanya nya gitu?” si cewek mulai bingung dengan tingkah si cowok dengan segala pertanyaan yang seakan ada petir didalam hatinya
*Apa yang sebenerrya mau dia omongin si?. kenapa tiba-tiba ada perasaan sedih dan takut*
 Batinnya yang tak terdengar ditelinga dan  tak sampai menyentuh batin sicowok.
“Aku .... “
Kata-katanya mulai terbata-bata seolah-olah tak mampu  harus mengatakan  kata pedih dan menyesakkan batin itu
“Aku tahu kegundahan yang kamu rasakan, aku tahu apa yang yang ingin kamu     katakan”. Bak seorang peramal sicewek dengan tepat membidik jawaban  itu .
            “Bukan alasan tak cinta atau  bahkan ada cewek lain yang singgah dihatiku”. Seolah          takut melukai hatinya sicowok pun dengan kata-kata lirih membuat pembelaan.
            Tak mampu menahan tangis, air mata itu memaksa jatuh dipipi putihnya, sambil menahan perih yang bak hati yang teriris pilu.
            “sayang, sungguh bukan maksud ku melukai hatimu atau bahkan membuat mu menangis seperti ini, aku sungguh menyanyangimu  dan  mencintaimu “
            “Tapi ...” sambung sicewek seolah dia tau ada makna dibalik kata sayang dan cinta
*Tuhan apa aku  mampu  mengatakan kata-kata perih yang sungguh melukai batin kami*
Seolah berpikir ulang apakah  ia akan meneruskan kata-katanya atau akan menghentikan dan menggantung begitu saja.
“Jawab ardi, jangan  hanya diam  saja”.  Perkataan si cewek yang yang seolah membuyarkan lamunan bening ardi.           
***
Lambat-lambat terdengar suara yang tak terlalu jelas ditelinga, mata ngantuk dan  lelah yang menyelimuti membuat mata enggan melihat alam sekitar.
            “Ayo bangun, ayo pada bangun cepet ayo”. Suara cewek seorang PJ  kamar
seolah tak mengerti keadaan, kenapa selarut ini harus membangunkan orang yang asyik dengan mimpi-mimpinya
            Dengan mata yang masih enggan terbuka, dan  udara dingin yang menusuk tulang, kami harus keluar dan berkumpul di depan masjid. Sedikit arahan  kami disuruh masuk kedalamnya. Dengan dengungan dzikir yang tak henti-henti seolah mulut kami tak boleh berhenti melantunkan ucapakan istighfar penebus dosa. Satu persatu  diantara kami di panggil entah apa yang akan dilakukan atau apa yang harus kami lakukan seolah tak terlintas di fikiran ku. Karena, aku tak bisa berfikir dengan rasa ngantuk ini.
            “Dek, ikut saya”. Suara itu membangunkan ku dari tidur nyaman ku beberapa detik           yang lalu.
            “Kemana kak?”.  tanya ku.
            Tanpa jawaban  hanya dengan isyarat untuk mengikutinya, tanpa kurang rasa hormat aku mengikutinya keluar masjid.
            Dua orang bak malaikat maut dengan wajah yang serem memberikan instruksi untuk membasuh wajahku dengan air bunga yang wangi, orang menyebutnya dengan  kemenyan, hanya pesan singkat sebagai salam pembuka
            “Dek kamu jalan terus ikuti lilin dan jangan menengok kebelakang “
            Hanya berbekal keberanian dan  nekat aku berjalan dan berjalan tanpa ku hiraukan apa yang akan terjadi padaku, aku hanya berdoa semoga baik-baik saja .
***
            Entah  dimana kita ini, dikumpulkan dengan berbagai macam suara, dengan mata tertutup sleyer  dan tangan saling menggenggam satu sama lain kami dibaiat hinga resmilah kami masuk dan sah menjadi anggota pergerakan.
            Bukan komunitas, bukan kelompok,  bukan ikatan, tapi pergerakan. Bergerak sebagai mahasiswa yang selalu digembar-gemborkan dengan agent of change yang sampai sekarang entah kemana agent of change ini. Mahasiswa bukan siswa, bukan anak kecil tak tau apa-apa dan tunduk pada otoritas yang membungkam mulut mahasiswa. Saatnya bangkit dengan perubahan-perubahan tak hanya ramai diperbincangkan tanpa bukti nyata. Setidaknya itu kata-kata keren yang kukutip.
            Cium bendera dan tanda tangan banner cukup sudah ritual pembaitan ini, kami berasa lepas dari DJ yang harus kami apeli setiap pagi dan dengan  kata-kata bising yang disertai sumpah serapah  membuat kuping kami panas.
            Kemas-kemas dan pulang serta kasur hangat yang sudah menunggu di petak kamar kos. Jemputan sudah datang mari pulang
***
Rayon Humaniora Park, markas  dengan para pembesar-pembesarnya
Ini kumpul perdana kami, isinya perkenalan dan sharing seasion.
            “Perkenalkan saya Ardi ardiantoro, Prodi Ikom  asal Bandung”.
Suara salah satu anggota senopati yang kece ini, kemudian tiba giliran ku memperkenalkan diri.
             “Saya Vina Vania Prodi Psikologi asal Malang”.
            Selesai perkenalan kami dengan kritis dan belajar kritis mengomentari dan berdiskusi menegenai apa saja yang menjadi keganjalan di benak dan  pikiran kami. Begitu kucinta Rayon kecil yang tak bersih ini, keluarga baru yang pas untukku.
            “ Kamu vani dari malang ya?”. Tanya seorang cowok yang duduk disebelahku.
            “Iya vani bisa vina bisa “ jawabku dengan ramah
            “Sahabat-sahabat,  tolong diisi ya nomor telepon kalian buat bikin grup senopati” ucap salah seorang sahabat yang membatasi perkenalan kami.
***
            Deklarasi sudah,  makrab sudah,  menjadikan hubungan antar anggota senopati saling akrab dan mengenal begitupun dengan ku dan ardi
            Dia cowok yang baik dan perhatian padaku, banyak kisah kami dan kebersamaan kami yang tak mudah dilupakan, karena dia prodi ikom tak jarang dia sering mengajakku hunting berita untuk tugas kompasiananya. Meski aku anak psikologi yang disbukkan dengan makul bio psikologi. anak ikom pun banyak mengeluh tugas wajib kompasiannya yang harus tembus 400 poin. Alasan itulah yang membuat ku semakin sering bersama ardi, bahkan mahkluk Rayon pun sudah mencuigai gerak-gerik kami bahkan tak jarang mereka bilang kami terlibat cinta lokasi (Cinlok). Aku pun terus saja menyangkal dan mengatakan kami hanya sekedar teman baik dan sahabat organisasi
Tapi tak kusangka bahwa aku  memiliki segenggam harapan untuk celah hatiku.
***
Dua bulan kisah pertemanan kami berujung pada pernyataan cinta ardi padaku.......

Ditaman  yang cukup indah dan dipenuhi bunga dia mengajak ku untuk duduk di kursi taman yang indah, tampat wajah grogi yang sejak tadi juga kurasakan

            “Vin, ada yang ingin kukatakan padamu”. Awal pembiacaraan membuka keheningan yang sudah sejak tadi.
            “Kamu mau bilang apa di?”. tanyaku balik
            “Aku... aku sayang padamu.  Bukan sayang yang hanya sekedar teman dan sahabat,          sayang yang ingin kumiliki dirimu”.
 Pernyataan ardi yang kuinginkan selama ini rasanya ingin meloncat kegirangan dan ingin kuteriak sekencang-kencangnya. Memang ini yang ku mau dari ardi, pernyataan cinta. Ya status baru buat kami ketika kujawab iya
            “Iya di, aku juga sayang sama kamu”. Jawaban yang sama-sama diinginkan dari kedua belah pihak
***
            Dua minggu sudah kami jadi sepasang kekasih. Hampir semua warga Rayon  dan teman-teman kami tahu,  kami jadi sering kemana-mana berdua. Kegiatan  yang ada ardi akupun ada. Dan aku selalu asyik dengan ardi hingga aku kadang jarang bergaul dengan teman-teman yang lain.
            Duniaku terlalu asyik dan hanya dipenuhi ardi seakan aku tak bisa tanpa ardi  hingga kulupa apa arti pergerakan yang sungguh syarat makna. Rayon jadi tempat kedua ku bertemu dengan ardi karena dikampus kami sering berbenturan jadwal kuliah yang membuat kami jarang bertemu
            Hinga suatu ketika kulihat ardi berboncengan dengan teman senopati membuat api cemburu yang tak kusangka akan jadi boomerang pada akhirnya.
            “Ardi kamu tadi pergi sama ani kemana?. kenapa kamu gak bilang sama aku?”.
Tanya ku ketika dirayon  sore itu.
            “Aku hanya pergi mengantarkan ani untuk membeli perlengkapan Rayon”. Jawabnya membela diri.
            “Aku gak suka kamu boncengan sama cewek lain apalagi gak minta ijin aku”. Bantahku dengan nada kesal.
            “Udahlah aku gak mau bahas kamu jangan terlalu over kaya gini, Cuma masalah kecil juga”. jawab ardi dengan nada tak kalah kesal dan  ngeloyor pergi begitu saja meninggalkan  vina.
***
            Minggu ketiga hubungan kami semakin memburuk hingga aku malas pergi kerayon, diskusi pun tak pernah ku ikuti hingga muncul penyesalan ikut Pergerakan ini, karena satu alasan yakni rasa cemburu dan kesalku pada ardi yang tak lekas peka. Hari-hariku mulai kacau, fikiran-fikiran buruk mulai menghantuiku.
Apa yang dilakukan ardi?. selingkuhkah?.  mesra-mesraan dengan cewek lain kah?.
            Tuhan sudah tak tahan aku terus seperti ini sudah lelah aku tuhan , keluhku pada tuhan yang selalu ku adui dengan masalah cinta yang seharusnya malu aku mengatakannya.
            “Tuit-tuit”. Nada hpku tiba-tiba berbunyi.
            “Sayang, bisa datang ke Rayon. Please .....J”.  Pesan dari ardi yang sudah 2 hari tak kasih kabar padaku
Dengan malas aku siap-siap dan meluncur ke Rayon  tanpa kubalas sms tersebut.
***
            “Aku merasa kita semakin jauh dan kadang bertengkar hanya rasa cemburu diantara          kita. Kita jadi lupa apa yang kita inginkan dan tugas kita sebagai anak pergerakan.        Kadang hanya kerena masalah hati, kita gak mau pergi ke Rayon untuk diskusi atau      follow up materi. Kita jadi manusia egois yang hanya ada aku dan kamu. Kita lupa     bahwa kita punya keluarga yang harus kita hargai dan cintai keberadaanya. Ada rasa         cemburu yang merusak pertemanan dengan yang lain. Aku yakin kamu juga pernah           berfikir begitu, aku sayang sama kamu tapi ternyata aku salah mengartikannya aku   terlalu cepat memutuskan untuk ingin memilikimu.
            Tanpa kusadar aku banyak kehilangan moment berharga kita. Kita terlalu baper dan           terjebak dengan cinta sesaat”. Berhenti sejenak.
            “Iya aku juga ngerasa begitu tapi tak biasakah kita perbaiki dan memepertahankan hubungan kita?”. Aku sayang sama kamu, aku gak ingin kehilnganmu”. Dengan sedikit kecewa vina mengatakan dengan sedikit terbata-bata.
            “Kita akan tetap seperti ini jika kita melanjutkan hubungan kita.  Kita tak cukup     dewasa untuk membagi waktu kita, organisasi, kuliah dan cinta. Tanpa pacaran kita tetap bisa bersahabat dan berteman baik .” Ardi tetap teguh untuk berpisah dalam    tanda kutip “pacaran”.
            “Iya tapi kamu tau rasanya harus  meninggalkan orang yang kita cinta?”. sahut vina yang masih ingin bertahan.
            “Ingatkah 2 bulan pertemanan kita yang tak pernah ada cemburu dan sakit hati. Kita bermain dan berdiskusi tanpa ada beban cemburu. Aku dengan siapa dan kamu dengan siapa. Marilah kita bangun persahabatan kita lagi, bukan hal yang salah jika kita punya pacar dalam organisasi tapi lebih baik tak pacaran dulu jika kita belum bisa membagi semuanya”.
            “Iya ardi aku mengerti”.
            “Putus hanya dalam pacaran. Tetapi, persahabatan kita tetaplah abadi. Kita sama-sama berproses untuk jadi orang yang berguna dan membanggakan bukan hanya berkutat pada rasa sakit hati karena cemburu. Jika jodoh aku akan mencintaimu sepenuh hati dan bukan saat ini waktunya.”
            “Iya aku mengerti”. Hanya kata sederhana yang mampu  ku ucapkan karena ku tau apa yang diakatakan ardi itu sepenuhnya. Benar aku  hanya terlalu terbawa  perasaan dan terlalu cepat memutuskan, tapi tak ada kata lain yang mampu ku ucapkan karena hatiku terlalu perih.

--END--
 *Cerpen telah dimuat di mading Rayon Humaniora PMII Fakultas Ilmu Sosial Dan Humaniora. penulis merupakan anggota korp Senopati program studi Ilmu Komunikasi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar